Sambil menunggu kembalian, saya kaget dengan apa yang terjadi dihadapan saya. "Kok flavornya dibuang? Kan saya sudah kasih tau tadi?" Respon refleks saya yang berlanjut dengan kekecewaan saya. Yang bersangkutan meminta maaf. Yes, saya maafkan hanya keinginan saya meminum kopi dengan flavor racikan saya tidak terjadi. Kecewa? Sangat.
Kenapa?
Kekecewaan pertama. Sang front liner salah mengingat pesanan saya. Untungnya ia mengulang apa yang saya pesan sebelum finalisasi dimesin kasir (yes, kesalahan pertama terselamatkan). Jadi saya masih senyum - senyum saja sambil mengatakan,"Masih pagi ya, mbak?"
Kekecewaan kedua, ternyata si mbak front liner tidak melakukan proses dengan benar. Kenapa? Ia tidak mencatat pesanan saya (tidak membuang flavor didalam tumbler) di kertas yang ia tempel ditumbler dan rekan kerjanya pun tidak bertanya (mungkin karena prosedur kerjanya mengatakan "lihat tulisan yang tertulis di kertas"). Si mas pun membela diri "karena ada isinya, ya saya cuci karena biasanya begitu" tanpa ia bertanya kembali.
Kekecewaan ketiga, ketika sudah membuat kesalahan kedua frontliner tersebut hanya bingung dan tidak berinisiatif untuk memperbaiki situasi (dan yang saya tahu dari rekan - rekan saya yang bekerja di tempat tersebut, bahwa sudah standar untuk segera inisiatif memperbaiki situasi untuk menjaga kepuasan pelanggan). Akhirnya saya berinisiatif bertanya apakah bisa diberikan additional flavor karena kesalahan mereka.
Apakah Anda pernah mengalami hal yang sama ketika memesan sesuatu atau apapun yang hubungannya dengan pelayanan atau project atau ketika berhubungan dengan orang lain?
Dari situasi di atas dan mengaitkannya dengan perjalanan karir dan hubungan saya dengan orang lain, saya mendapati beberapa hal yang sangat perlu untuk diciptakan dengan baik:
- Mendengarkan. Apakah saya sudah benar - benar mendengarkan orang lain? Apakah saya memahami pesan yang disampaikan? Apakah saya menjawab kebutuhan orang atau pribadi yang sedang saya hadapi?
- Periksa kembali. Sikap optimis atau percaya yang berlebihan kadangkala membuat kualitas tidak tercapai secara maksimal. Ketika Anda bekerja, menghadapi orang lain, periksa kembali apakah kesimpulan Anda terhadap sesuatu sama dengan yang diharapkan oleh orang lain? Periksa kembali standar, keinginan dan kebutuhan sebelum kita mengeksekusinya.
- Proaktif mengambil tindakan. Seorang frontliner yang ekselen adalah seorang pribadi yang proaktif mengambil tindakan ketika ada situasi tidak mendukung yang mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan. Berikan sesuatu yang memperbaiki mood orang yang Anda hadapi supaya setidaknya ia tidak terlalu kecewa dengan pelayanan Anda. Seringkali permintaan maaf saja tidak cukup, terutama dalam dunia retail dan jasa.
- Prosedural yang fleksibel. Ya, mengikuti prosedur itu sangat baik, namun bukan berarti Anda berubah menjadi robot kan? Bersikaplah fleksibel dan peka apakah ada yang salah dengan situasi yang terjadi. Bila Anda tidak yakin, bertanyalah.
- Perbaiki perilaku. Disini ada dua orang yang harus memperbaiki perilakunya. Pertama adalah sang frontliner supaya lebih fokus terhadap kebutuhan. Yang kedua adalah Saya. Saya harus mengecek kembali pemahaman, memastikan prosedur atau permintaan saya dipahami sama dan terakhir adalah monitor perilaku orang dihadapan Anda apakah sesuai dengan harapan.
Terakhir dari yang terakhir. Sebuah situasi yang berujung kekecewaan perlu disikapi positif. Setidaknya kekecewaan saya pagi lalu diobati dengan sebuah artikel baru di blog saya.
Mari menjadi lebih baik!
No comments:
Post a Comment